.jpg)
Banyak selentingan yang aku dengar (tidak, tepatnya hanya
beberapa) orang yang membicarakan tentangku, bagaimana bisa aku menerima ketika
suatu hari aku datang untuk wawancara kerja, ada pertanyaan “Apakah anda siap
bekerja underpressure????”, What??? Bahkan dunia kerja ini juga sudah seperti
panci bertekanan tinggi yang sering aku gunakan untuk memasak pindang tulang,
intinya aku harus melunak seperti apa yang dikehendaki si koki. Mungkin ini
cukup lumrah, tetapi perampasan atas hak dan diam saja, itu bukan aku. Aku sangat
memahami apa yang namanya tanggung jawab dan hak, jadi ketika aku telah
menyelesaikan kewajiban dan tanggung jawabku tepat waktu, aku pasti menuntut
hak atas apa yang aku kerjakan. Aku benci mereka yang suka memanfaatkan
keterbatasan dan kelemahan orang lain untuk mengambil keuntungan.
Banyak dari intelektual yang rela bekerja dibawah tekanan
dengan salary dibawah rata-rata (itu artinya penghinaan atas kecerdasan
intelektual). Mereka butuh uang??? Mungkin, pengalaman?? Itu alibi, atau bahkan
gengsi??? Mungkin ini alasan yang lebih tepat kalo gak kerja, apa kata mereka??.
Disaat kita masih sekolah, manfaatkanlah semua yang gratis dari orang tua itu semaksimal
mungkin. Setelah lulus kuliah, itu akan menjadi masalah baru, bahwa tak ada
yang gratis lagi.
Kebanyakan dari para tetangga atau orang tua (tidak untuk
Ibuku tapi iya untuk Ayahku) mempunyai pemahaman setelah lulus kuliah harus
bekerja tanpa memperdulikan tekanan apa yang aku rasakan masuk dalam panci
pressto itu, timbul pertanyaan baru, “Bisakah kamu mengetahui bahwa kamu telah
ditindas tanpa menjadikan diri kamu sebagai korban?”. Setiap orang pasti pernah
(kalaupun belum pernah, mungkin suatu saat nanti) mengalami menjadi korban
suatu “Isme” atau pemahaman. Kalau pernah, yang aku lakukan adalah membangun
kekuatan melawan ini semua tanpa menjadi sinis. (Bagaimana caranya melawan
musuh tanpa sinis?). dulu aku juga pernah merasa bingung, tapi setelah aku
pelajari, bahwa ketika kita dilempar orang dengan batu, maka tersenyumlah pada
orang yang melemparnya, lalu balaslah dengan melempar bunga tapi jangan lupa
beserta potnya. (benjol-benjol deh tuh kepala). Maksud dari kata-kata itu
adalah, tidak perlu membalas kebencian, sindiran, hinaan dari orang sekitar
yang menertawakan kita disaat kita berada dibawah, terus belajar, temukan jati
diri, buat rencana masa depan, fokus, dan bidiklah, mungkin butuh waktu yang
lama, tapi dibanding orang yang berbakat, bukankah orang yang berlatih setiap
hari dan orang yang sering jatuh akan lebih tepat membidik dari pada orang yang
berbakat tapi terlalu cepat merasa puas. Masalah melempar bunga beserta potnya
adalah tenang, fokus, berhasil, tersenyum. Nah, bukankah senyum kesuksesan itu
bisa membuat sesak orang yang selalu meremehkan kita??.
Aku pernah dapat kata inspiratif dari drama yang aku
tonton, ketika peran utama yang memiliki bakat sebagai penyayi tapi dia harus
memulai dari bawah dan dia merasa bosan atas kegagalannya untuk debut, tetapi
gurunya memberikan kata yang cukup inspiratif, bahwasannya orang yang berjalan
cepat dan orang yang berjalan lamban mana yang lebih beruntung?? Sebagian mungkin
merasa beruntung disaat berjalan cepat karena bisa sampai dengan cepat dan
menghemat waktu, tetapi orang yang berjalan lamban lebih beruntung karena bisa
melihat dengan jelas apa yang dilaluinya sehingga bisa selamat dan faham atas
apa yang terjadi dijalan.
Jangan pernah menyerah karena keterbatasan, aku jarang
memikirkan keterbatasanku (mataku minus), keterbatasan tak membuatku sedih,
kadang-kadang merasa nelangsa juga. Tapi setelah aku dengar lagu Italia Yo Vivo
Per Lei ( Hidupku untukmu) yang dinyanyikan oleh Andrea Boceli, siapa yang tak
kenal penyanyi ini, walau buta, dia masih bisa menyanyi, menggelar konser tour
dunia, ini membuktikan keterbatasan tak membatasi seseorang untuk maju, bahkan
orang buta sekalipun. Kata inspiratif dari Stevie Wonder “ Hanya karena mata
seseorang tidak berfungsi, bukan berarti ia tak mempunyai pandangan”.
“Bidik target yang tinggi dan kamu akan
mengenainya, tidak untuk pertama kali, tidak untuk kedua kali, dan mungkin
tidak untuk ketiga kalinya, tapi mempertahankan target, dan terus membidik,
karena latihanlah yang akan membuat sempurna, dan pada akhirnya target
keberhasilan akan tercapai”.
=Annie
Oakley=