“Gaia sayang, ada pesan buat kamu nih”, panggil kakakku, saat aku melototin foto-foto yang kami ambil 2 hari yang lalu, saat kami jalan-jalan melihat Sunrise di penanjakan dan kaldera kawasan wisata Gunung bromo.
“sebentar kak” ujarku menyahuti panggilan kak Kendra. Aku bergegas keluar dari kamar. “Ada apa kak?” tanyaku kemudian pada kak Kendra. “Ini ada bingkisan”. Jawabnya sembari menyodorkan sebuah kotak kubus yang dibungkus dengan kertas bermotif bunga Crysant dan ditengahnya dihiasi dengan pita warna Peach, menambah cantik tampilannya, ditambah dengan seikat bunga crysant warna senada dengan pembungkus bingkisan yang aku terima ikut menyertainya.
Tentu saja aku bingung, bagaimana bisa aku mendapatkan bingkisan itu, sedangkan aku tak pernah mengenal satu orangpun di Malang, ini hari ketigaku di Malang, bagaimana bisa aku mendapatkan bingkisan itu, aku mencoba mengingat-ingat, hari apa ini? Tak ada yang istimewa dihari ini, aku juga tidak ulang tahun atau ada yang special dihari ini.
“Dari siapa kak?” pertanyaanku sontak mengundang kak Kendra untuk menggodaku, dengan tatapan sedikit menggoda, seperti biasa sudah aku duga bahwa ini akan menjadi bahan untuknya meledekku habis-habisan.
“Kak Kendra, serius nih, dari siapa?”. Tanyaku kembali padanya, masih dengan tatapan genitnya ditambah senyum simpul ciri khasnya menggoda, sembari mengangkat kedua bahunya, lalu menghela nafas dan mengangkat kedua tangannya kedepan lalu menggelengkan kepala sembari berkata “I don’t Know”.
Tak semudah itu aku percaya padanya, kuhujani dia dengan pukulan andalanku “duuuuhhhh…… aduuuuuhhhh… ampuuunnnnn….iya ampunnnnn…. Deh”. Kak Kendra mulai menggeliat menghindari pukulan kecilku yang menghujani tubuhnya. “Duh, cakep-cakep punya adek kok kayak herder ya”. Ledeknya kembali padaku.
“Diiihhhh, minta dicubit ya? Biarin nih, Gaia cubitin juga nih biar biru-biru semua badannya, siapa suruh iseng aja”. Gerutuku sambil menatap kak kemdra yang sedang meringis kesakitan. “ntar klo kak Kendra sakit gak ada yang ngajak jalan-jalan lho, apa Gaia mau, liburan jauh-jauh keMalang Cuma buat ngerawat kakak yang sakit karena dianiaya adiknya”. Celetuknya sembari tersenyum genit kearahku.
“Kakak juga gak tau say siapa yang kirim, orang pulang kuliah tadi udah nemu aja di depan pintu”, buka aja kadonya, siapa tau ada kartu namanya”. Kak Kendra bicara sembari menahan tawa, aku langsung aja merengek supaya dia berhenti meledekku dengan cara seperti itu, ledekannya sungguh mengganggu pola pikirku, mukaku tak bisa menyembunyikan bagaimana rasa Maluku, saat aku terus dicibirnya seperti itu.
Aku turuti saran kak Kendra, dengan gaya slow motion dia mulai mencoba mengintip kearah kotak yang akan ku buka, sepertinya rasa penasaranku dan penasarannya sama besarnya. Setelah ku buka, didalam kotak itu hanya ada kaartu ucapan berwarna merah muda, dan bertuliskan “Tolong Aku”. Sontak aku kaget dan langsung membuang kotak itu beserta kartu ucapnnya. Aku langsung menatap kak Kendra dengan sinis “gak lucu ah becandanya”. Kataku kesal. Kak Kendra yang sedari tadi memperhatikanku langsung mengambil kartu yang kubuang tadi, setelah membacanya, matanyapun ikut terbelalak, setelah membaca tulisan itu. “Sumpah dek, kakak benar-benar gak tau”. Ungkapnya padaku.
Kami masih dalam kebingungan, siapa yang tega ngerjain separah ini, apa aku punya salah, atau kak Kendra yang sebenarnya dituju oleh pengirim bingkisan itu. Kak Kendra mencoba menenangkanku, dipeluknya aku dan sembari berkata “Everything is oke, ini Cuma becandaan, bisa jadi ada yang iseng ini”. Ungkapnya mencoba menenangkanku. “sekarang ganti baju, kita jalan keluar, oke”. Akupun mengangguk, mungkin inilah cara kak Kendra untuk mengalihkan perhatianku dari bingkisan itu.
“Bulan depan kakak ada pameran photografi di kampus, kamu temenin kakak hunting lokasi ya”. Pinta kak Kendra kepadaku, aku hanya mengangguk sembari mengikuti langkah kakinya menuju keluar rumah kostnya. Perjalanan pertama hari ini, kak Kendra mengajakku ke kampusnya, sebenarnya ini yang kedua kalinya aku main ke kampusnya, kali ini aku diajak main ke gedung FT, tiba-tiba ada yang memanggil kak Kendra “Ken, follow me now, kita meeting masalah pameran”. Sapa seorang cewe cantik blesteran menyapa kak Kendra. “Oke, wait me a few minute”. Jawab kak Kendra.
“Dek, kakak ada meeting bentar, mau ikut atau nunggu dikantin”. Tanyanya kepadaku, dengan raut wajah sedikit kesal aku menjawab “ tinggalin aja, ntar juga ada yang mungut”. Gerutuku kepadanya. Kak Kendra tersenyum lalu mengacak-acak rambutku lalu berkata “ You make me smile baby, very funny hahahaha”. Gelak tawanya membuatku iseng memetik daun bunga bogenvile lalu memasukkannya kemulutnya yang sedang tertawa lebar. “fuih, fuih…..” kak Kendra sibuk memuntahkan daun yang masuk kemulutnya lalu berkata “mau ikut gak”. Tanyanya kembali padaku. Aku menggelengkan kepala lalu berkata “Gaia pengen duduk disini aja, tapi janji, gak boleh lama” ungkapku mencoba memberi penawaran. “Yups, jangan kemana-mana ya, ntar hilang lho”. Godanya padaku sembari perlahan pergi meninggalkanku.
Baru beberapa menit aku berdiri di depan koridor ruang perpustakaan, tiba-tiba aku dikejutkan dengan sapaan seseorang “Hai, ingat aku?”. Aku masih bingung, menoleh kearah kiri dan kanan mencari sosok orang yang dimaksud. Dia tersenyum kepadaku dan menunjuk kearahku. Tambah bingung aku dibuatnya, lalu aku menunjuk ke arahku sendiri, dia tersenyum dan menganggukkan kepala pertanda orang yang dimaksud adalah aku.
“Saya?”. Tanyaku padanya, hanya untuk mempertegas supaya aku tak salah.
“Iya”. Jawabnya sembari menganggukkan kepala.
“perkenalkan, namaku Kiki, aku melihatmu kemarin dikampus”. Ucapnya mencoba memperkenalkan diri.
“Aku Gaia” ucapku singkat sembari tersenyum, sebenarnya senyumku itu senyum kebingungan karena aku sama sekali tak pernah melihat wajahnya sebelumnya,
“Aku faham jika kau bingung, tapi wajahmu cukup akrab dimataku” ucapnya lagi, dan lagi lagi aku dibuatnya bingung. Aku hanya tersenyum, tiba-tiba kak Kendra memegang bahuku dan berkata,
“ dek, kamu bicara sama siapa?”. Aku langsung menoleh kebelakang dengan sedikit gugup aku menjawab pertanyaan kak Kendra “Ini kak, Kiki mungkin kakak kenal?”. Jawabku sembari menunjuk kearah belakang. Dengan wajah bingung dan mata mencari-cari kak kendra menjawab “dari tadi kakak lihat kamu ngomong sendiri, Kiki siapa?”. Lalu aku menoleh kearah belakangku, tak kujumpai Kiki yang tadi ngobrol denganku. “ada kok tadi disini”. Jawabku mencoba menerangkan sambil mataku mencari-cari sosok kiki yang tadi berdiri di dekatku. Kak Kendra lalu tersenyum dan iseng menjepretku dengan kamera yang baru dibawanya dari ruang meeting tadi. “masih mau disini atau kita jalan-jalan ke soekarno-hatta?” Tanya kak Kendra kepadaku, mencoba memberikan options. “Bandara kali yeeeeeee” cibirku padanya. Langsung digandengnya tanganku menuju tempat parkir dan bergegas meninggalkan kampus.
Dengan motor kesayangan kak Kendra, kami bergegas menuju tempat makan favorit kak Kendra di kawasan soekarno-hatta, mungkin ini tempat tongkrongan favorite anak muda kota apel ini, tapi masih ada rasa gundah di dalam hatiku, tapi tak mempengaruhi semangatku untuk menyantap makanan dan mencicipi setiap jajanan yang ada disana. Setelah dirasa perut cukup kenyang dengan sajian wisata kuliner ala kami, kami bergegas pulang untuk istirahat di tempat persemayaman kak Kendra setiap harinya.
Sesampainya di depan pintu kontrakan kak Kendra, aku kembali dikejutkan oleh bingkisan yang hamper sama dengan yang aku terima tadi pagi, tapi kali ini aku tak mau peduli, kulihat kak Kendra bereaksi yang sama denganku, diambilah bingkisan itu lalu segera dibukanya tanpa banyak bicara. Sama seperti bingkisan tadi pagi, bingkisan berbentuk kubus yang kali ini dibungkud dengan kertas berwarna ungu dengan pita senada, terlihat kontras dan cantik, didalamnya terdapat amplop berwarna sama. Dengan tatapan heran kak Kendra berkata padaku “Buka gak nih?”, tanyanya padaku. Aku mengaggukkan kepala tanda setuju, tapi aku tak cukup berani untuk membaca kartu yang ada didalamnya. “Dear Gaia, terimakasih atas perkenalannya, nice to meet you”. Kata itu meluncur dari mulut kak Kendra, sontak aku tak percaya dan langsung merebut kartu ucapan yang dipegang kak Kendra.
“Tuh kan, baru beberapa hari di Malang, udah punya penggemar aja nih si adek” ledek kak Kendra padaku, aku yang sedari tadi bengong menatap kartu ucapan itu, tiba-tiba perhatianku teralih kearah pinggir pintu yang sedari tadi luput dari perhatian kami, “Anggrek ungu”. Tiba-tiba kalimat itu keluar dari mulutku. Kak Kendra terus menatapku sambil senyum-senyum, “Cieeeeee, udah anggrek ungu aja nih, siapa sih yang ngajak kenalan” selidiknya padaku. “tau deh”. Jawabku singkat sembari merampas kunci kamar yang sedari tadi hanya digenggam kak Kendra.
Kak Kendra masuk dengan membawa kotak bingkisan tadi sembari berkata “buat apa ini kotak, gak ada isinya, Cuma kartu doank dari tadi pagi, isi martabak kek”. Gerutunya pada kotak bingkisan itu lalu menaruhnya diatas meja, segera dia mengambil gelas dan menuangkan air putih kedalamnya lalu meminumnya.
“Mungkin ini dari Kiki kali ya?”. Tanyaku pada kak Kendra. “Kiki siapa sih, perasaan dari kampus Kiki terus, jatuh cinta ya??”. Dengan gaya bicaranya, sudah jelas kalau kakakku ini memang hobby untuk meledekku. Aku membantingkan diri diatas sofa sembari memandangi satu buket kecil anggrek ungu yang aku pegang dari tadi. “besok kita kekampus lagi ya, Gaia tunjukin deh yang mana orangnya”. Jawabku.
Kakakku ini gila fotografi, tapi entah kenapa, dia kuliah malah dijurusan tehnik sipil, katanya sih walau sedikit, ada kaitannya tehnik sipil dengan fotografi, intinya sih yang satu mempunyai kekuatan dalan tehnik menggambar menggunakan lensa, dan yang satu lagi mempunyai kekuatan menggambar tehnik. Entahlah, kalau disinggung masalah ini, dia Cuma nyengir-ngengir aja. Kuperhatikan kak Kendra mulai mengotak-atik kameranya, sepertinya ingin sesegera mungkin memindahkan gambar yang ada ke laptop kesayangannya. “itu kamera punya cewek bule tadi ya”. Tanyaku pada kak Kendra yang sedari tadi konsen mengamati koneksi kamera ke laptopnya. “iya, namanya Alice, dia ketua klub Fotografi dan jurnalis kampus”. Jawab kak Kendra tanpa memalingkan pandangannya yang sedari tadi tertuju pada laptopnya. “Bule kok namanya Euis, kayak orang sunda aja”. Ujarku sedikit melesetkan nama Alice menjadi Euis, sontak ini membuat kak Kendra mengalihkan perhatiannya kepadaku lalu tertawa terbahak-bahak mendengar bayolanku. “seneng deh punya adek selucu kamu”, godanya padaku sembari meninggalkan laptopnya dan menghampiriku, mengacak-acak rambutku, lalu pergi keluar.
Iseng pengen lihat hasil jepretan klub fotografi kak Kendra, akupun mendekati laptop yang dari tadi bekerja sendiri, mentrasfer file yang ada di kamera itu ke laptopnya kak Kendra, kulihat satu per satu, hasilnya memang bagus, artistic tapi yang difoto kok semuanya gedung kampus. Tiba difoto terakhir, kali ini tidak lain adalah fotoku tadi yang dikampus. Tiba-tiba aku melihat sosok kiki disampingku “ini ada kiki” ujarku setengah berteriak. Kak Kendra tiba-tiba nongol disebelahku “apaan sih, treak-treak”. Ujarnya sambil ikutan mantengin laptopnya. “ini nih, yang namanya kiki”, jawabku sambil menunjuk kearah foto yang ada di laptop. Raut wajah kak Kendra berubah, dia terus menatap foto itu sambil mendelikkan matanya. “ini kiki?”. Tanyanya singkat kepadaku. “iya, ini cowok yang tadi ngajak kenalan dikampus”. Jawabku lagi mencoba menjelaskan. Kak Kendra hanya diam dan terus memperhatikan foto itu.
“Jiaaahhhhh, kayaknya bukan Gaia deh yang jatuh cinta, tapi kak Kendra”. Godaku sambil mencubit pipi kanannya. Kak Kendra hanya tersenyum dan mengalihkan perhatiannya ke foto-foto yang lain. “gimana hasil jepretan kakak, bagus kan?” tanyanya kepadaku. “Bagus apaan? Orang objeknya gedung kampus semua”. Jawabku sedikit sinis. “Neng, gak tau seni sih, emang temanya gedung kampus kok”, ujarnya sedikit membela diri. ”wuuuuuu norak” cibirku padanya sambil nggeloyor pergi meninggalkannya sendiri. Rasa kantuk dan lelah mulai menghampiriku, dan akupun tanpa sadar terlelap.
“Gaia sayang”, sayu-sayu kudengar suara kak Kendra memanggilku, tapi mataku masih terlalu berat untuk terbuka. Tiba-tiba kurasakan ada yang menarik hidungku, mataku langsung terbelalak. “Ikchhhhhhh, sebel deh, orang lagi enakan tidur juga”, ujarku sambil memegangi hidungku yang sakit karena ditarik kak Kendra. “kamu gak berubah dek, masih suka molor aja, tadi Bunda telp, nanyain kapan kamu balik”. Ceramahnya kepadaku sambil membuka gorden jendela kamar, dan sontak sinar matahari langsung masuk dan menerangi seisi kamar.
“Berubah? Emang power rangers”, jawabku sambil melirik kearahnya. “kakak gak ada kuliah hari ini, tapi ada janji sama anak club fotografi, buat print out hasil foto kemaren, kamu mau ikut?”. Tanya kak Kendra padaku. Aku hanya diam, sambil sedikit berfikir, tiba-tiba mataku tertuju ke jendela yang dibuka kak Kendra, “Huft, hari yang cerah”, gumamku. “Untuk jiwa yang sepi”. Balas kak Kendra. Iddddiiiiiiihhhh, jayus deh, jawabku sambil pergi meninggalkannya yang sedang sibuk membereskan kamar yang sedikit berantakan.
Aku bersiap-siap untuk pergi mengikuti acara kak Kendra, aku yakin tak akan membosankan, karena laki-laki yang terbaik yang aku miliki tak akan membuatku bosan dengan rutinitasnya, tapi herannya, kakakku yang cukup tampan dan berwajah oriental ini belum pernah mengenalkan pacar atau teman dekatnya sama sekali, mungkin karena dia terlalu sibuk dan banyak kegiatan, menurutku, dia punya dunia sendiri, dan hanya bisa berdampingan dengan orang yang punya dunia yang sama dengannya.
“Yuk berangkat”, ajaknya antusias, sudah cukup lama dia menungguku. Aku sangat beruntung mempunyai kakak yang sangat perhatian seperti kak Kendra, dia sering menggodaku, mencibirku, tapi itu sebagai ungkapan kasih sayangnya padaku. “kita kekampus dulu, trus nanti kita ke taman bunga Orchid, gak kalah kok sama koukenhof yang di Amsterdam sana”. Ujarnya dengan sedikit promosi. “haaa haaaaaa haaa jelas beda donk, kalau di Amsterdam itu kan taman bunga tulip, kalau di malang kan bunga Orchid”. Ujarku sedikit mencibirnya. Kak Kendra hanya tersenyum, dan kami pun berangkat ke kampus.
Sesampainya dikampus, dikejauhan aku melihat Kiki, dia tersenyum dan melambaikan tangannya kearaku, akupun membalas senyumannya, dan tanpa sadar ternyata kak Kendra memperhatikannku “ hai, senyum-senyum sendiri, mulai gila ya?” ujarnya seraya mengejekku. “ihhh apaan sih, Gaia disini aja ya?” pintaku pada kak Kendra. Dengan mengerutkan keningnya kak Kendra berkata “Yakin?”. “he’eh”, jawabku sambil mengaggukan kepala. Kak Kendra bergegas meninggalkanku, dia berjalan kearah ruang auditorium. Aku yang sedari tadi berdiri, tiba-tiba dikejutkan oleh sapaan seseorang. “Hai, ketemu lagi kita”, ujar pria tinggi bermata sipit itu. “kiki”. Ujarku kanget, dia hanya tersenyum.
“Kamu saudaranya Kendra?”, tanyanya kepadaku. “iya, kamu kenal kak Kendra?”. Balasku. “Iya, aku mengenalnya, jawabnya singkat. “satu angkatan?”. Tanyaku lagi. Dia hanya tersenyum, lalu berkata “Boleh aku minta tolong?”, tanyanya kepadaku. Dengan wajah penuh antusias aku menjawab “Boleh donk, minta tolong apa?”. “Besok mamaku ulang tahun, aku sudah menyiapkan kado dan satu puket bunga Anggrek Ungu kesukaannya, dan special aku juga sudah menyiapkan setangkai angrek batu yang terselip diantara rangkaian bunga itu, ambillah bunga itu diujung gedung fakultas tehnik”. Ujarnya sembari menunjuk kearah gedung fakultas tehnik, aku masih bingung, kenapa harus aku yang mengambil bunga itu.
“aku tau, kamu pasti bingung, tapi Cuma kamu yang bisa mengantarkan bunga itu, besok aku harus pergi, dan aku tak sempat bertemu mama”. Pintanya kepadaku. Dengan sedikit keraguan akupun menjawab “ i…ya, iya akan aku antar bunga itu ke mamamu”. Dia tersenyum kepadaku, sambil mengeluarkan secarik kertas dari saku celananya, kemudian kertas itu diberikan kepadaku “Surabaya?”. Tanyaku sedikit kaget. “Iya, kamu keberatan?”. Tanyanya kepadaku. Aku terdiam sesaat, bagaimana bisa aku mengantarnya, sedangkan aku tidak pernah tau jalan di Surabaya, hal ini bisa mempersulitku. “Gaia, tolong aku, Cuma kamu yang bisa mengantar bunga itu ke mamaku, kamu bisa minta Kendra untuk menemanimu mencari alamat rumahku”. Ujarnya dengan sedikit memelas, kuperhatikan wajah kiki yang hampir mirip dengan aktor dan penyanyi jepang Hideaki Takizawa. Aku tak tega menolak permintaannya. Lalu akupun mengaggukkan kepala tanda menyetujui permintaannya.
“sebagai rasa terimakasihku, hari ini aku akan mengajakmu kesebuah tempat favoritku”. Ujarnya sembari berjalan dan akupun mengikutinya dari belakang. Kuperhatikan tubuhnya lunglai, tak seperti anak-anak yang kuliah di tehnik, yang notabene merupakan kumpulan orang yang berenergi ekstra, sudsah bisa dibayangkan, kalau kuliah di tehnik cukup berat, belum lagi seabrek aktivitas.
“Kiki, kamu sakit?” tanyaku hanya untuk memastikan. Dia hanya tersenyum kepadaku, sambil terus melangkahkan kakinya, dan pandangannyapun lurus kedepan, entah apa yang dia lihat, kuperhatikan pandangannya kosong, kecuali ketika dia bicara padaku, itupun hanya beberapa detik dia mampu bertahan, saat berbicara padaku, mungkin sebagai penghormatan dia padaku sebagai lawan bicaranya. “Akhir-akhir ini aku memang sakit, tapi besok aku yakin, aku akan jauh lebih baik”. Pungkasnya. “Hope you get well soon”, jawabku lagi sambil melempar senyuman padanya, tanpa terasa kami sampai disebuah taman, tak jauh dari kampus, tempatnya nyaman dan kami duduk di bawah sebuah pohon beringin besar. “ini tmpat favoritku, saat aku jenuh dengan semua kegiatan kampus, aku pasti duduk disini”. Ujarnya padaku. “ya, akupun merasa nyaman disini”, balasku lagi.
Cukup lama kami hanya duduk berdiam diri di taman itu, kurasakan bahwa kiki adalah seorang cowok yang pendiam, akupun mulai bingung bagaimana caranya untuk mencairkan suasana, sedari tadi aku telah mencoba, tapi jawaban singkatnya membuatku kehabisan akal untuk memancing pembicaraan.
“Gaia, kamu orang pertama yang aku ajak kesini”. Tiba-tiba suaranya memecahkan kesunyian, aku merasa tersanjung menjadi orang pertama yang kiki ajak kesini, tempat ini jauh lebih indah dari tempat-tempat wisata yang aku kunjungi kemarin bersama kak Kendra. “terimakasih, karena kamu telah mengajakku ke tempat seindah dan sesejuk ini”. Ujarku sembari melempar senyum, kupikir hari ini aku memang agak sedikit gila. Sedikit-sedikit senyum untuk menghadapi cowok sedingin gunung es ini.
“suatu saat, jika kau berkesempatan main lagi ke kota ini, jangan lupa ketempat ini ya”. Ujarnya sedikit meminta padaku, akupun hanya terdiam dan memandangi wajahnya lalu menganggukkan kepala, tanda aku menyetujui permintaannnya.
Tanpa terasa, hari sudah mulai gelap, kamipun bergegas pulang, sepanjang jalan kami hanya diam dan tanpa terasa akupun sampai di depan pintu kontrakan kak Kendra, baru akan mengetuk pintu, tiba-tiba pintu dibuka dari dalam, “Gaia…., kamu dari mana aja dek? Kakak nyariin kamu dari tadi siang, gak bisa di telp lagi”. Tanya kak Kendra dengan nada sedikit cemas, dia langsung saja memberondongi aku dengan pertanyaan. Aku hanya tersenyum melihat muka cemasnya. “eeeee… ternyata kakak cemas juga ya?”. Ledekku kepadanya. “kamu sebenarnya dari mana”?. Tanyanya lagi. “Aku tadi jalan sama kiki ke taman”. Jawabku sambil menoleh kiri kanan depan belakang mencari sosok kiki yang sedari tadi berjalan berdampingan bersamaku.
“ini anak ditanya malah muter-muter”. Ujar kak Kendra, akupun hanya meringis sambil sedikit kebingungan, kiki sering menghilang kalau bertemu dengan kak Kendra. “Udah, mandi sana, terus istirahat”. Kata kak Kendra lagi. “oke boss”. Jawabku sambil berlalu meninggalkan kak Kendra.
Badanku terasa lelah, aku benar-benar letih, kakiku rasanya mau copot, sampai akhirnya aku ketiduran.
Aku terjaga karena handphoneku berdering, kulihat Bunda yang menelpon, beliau menanyakan kapan aku pulang ke Palembang, seperti janjiku pada Bunda, liburanku di malang Cuma seminggu, dan besok adalah hari terakhirku, kulihat jam digital yang ada di handphone menunjukkan pukul 05.30 pagi, aku menoleh kearah sofa, kulihat kak Kendra masih tertidur nyenyak sambil memegangi foto-foto hasil jepretannya yang sudah di print out. Kakakku itu memang gila foto, apa saja yang dianggapnya unik, pasti akan menjadi object bidikan kameranya. Badanku masih terasa pegal, aku memutuskan untuk olah raga kecil sambil menghirup udara segar di luar sana.
Aku bergegas menuju halaman depan kontrakan kak Kendra, aku pikir cuacanya masih begitu sejuk, lumayan untuk meredakan otot-ototku yang sedikit mengejang karena berjalan sama kiki kemarin.
Aku mulai membuka pintu, kupandangi halaman sekitar, begitu sejuk terasa, aku jadi betah tinggal disini, pikirku dengan sedikit melamun, tiba-tiba kakiku menyandung sesuatu, kulihat kebawah, ternyata kakiku menyandung bingkisan, seperti biasa kubus kecil dengan dibalut kertas warna pink dan dihiasi pita warna senada, kubuka kotak itu, isinya hanya amplop berwarna pink, langsung ku ambil dan bergesas ku baca kartu yang ada di dalamnya “Dear gaia, sampaikan salam sayangku buat Mama, ambilah bunga pesananku pagi ini, dan segera sampaikan kepada mamaku, aku telah menitipkan sesuatu untukmu pada mama”. Ehmmmmm, aku menghela nafas panjang, tidak salah lagi, semua kartu yang dikirim kemaren semuanya dari kiki.
Aku bergegas masuk kerumah kembali, kulihat kak Kendra masih ditempat semula, dia masih tidur nyenyak, pagi ini, sesuai janjiku pada kiki, aku harus ke Surabaya. Dan hanya kak Kendra yang bisa mengantarku kesana.
“kak Kendra, bangun donk”. Rengekku sambil menggugah tubuh kak Kendra. Kak Kendra mulai membuka matanya, ditatapnya aku dengan tatapan aneh, dia tersenyum lalu mencubit pipi kananku sambil berkata dengan gemasnya “Idiiihhhh, apaan sih, kakak gak ada kuliah hari ini”. “Justru itu kita jalan-jalan yuks”. Ajakku sambil menarik tangannya. “jalan kemana?, masih pagi gini, mau jogging?”, tanyanya padaku. Sambil menggelengkan kepala aku menjawab “ enggak, tapi kita ke Surabaya”. Sontak jawabanku membuat kak Kendra langsung bangun dari tempat tidurnya “Ngapain kesurabaya?”. Tanyanya sedikit heran padaku. “aku punya janji sama orang”. Jawabku singkat.
“dek, kamu jangan aneh-aneh ya, kemaren udah ngilang seharian gak tau juntrungannya, sekarang ngajak ke Surabaya lagi”. Kata kak Kendra dengan sedikit ngomel, aku hanya diam dan memberikan kartu yang aku temukan di teras rumah tadi, dengan sedikit bingung dia menerima dan membaca kartu tersebut. “kakak heran deh, siapa sih sebenernya kiki ini?”, ungkapnya dengan nada sedikit kesal. Aku mencoba menjelaskan, “kiki itu, yang ada fotonya kemaren”. Kak Kendra terdiam, aku tak tau apa yang sebenarnya dipikirkan kak Kendra. “Oke kita ke Surabaya hari ini”. Jawabnya sambil beranjak dari tempat tidurnya.
Aku sudah siap dari tadi, kak Kendra pun sudah siap untuk pergi, dengan bermodalkan mobil pinjaman dari teman kak Kendra, kamipun pergi menuju Surabaya. “kita ke kampus dulu ya kak”. Pintaku pada kak Kendra. “anggrek ungu lagi?”, Tanya kak Kendra padaku, dengan antusias aku bertanya padanya “kok kakak tau?”. “di ujung gedung FT?”. Tanya kak Kendra lagi, aku semakin penasaran setelah diberondong dengan pertanyaan seperti itu. “kak Kendra kenal kiki kan?”, tanyaku balik padanya. “kakak gak yakin, kalau yang selama ini kamu temui itu Yuki teman kakak”. Jawab kak Kendra.
Aku hanya diam, sesampainya dikampus, kami langsung menuju gedung FT, sepertinya kak Kendra jauh lebih mengenal teka-teki ini, mungkin karena kak Kendra jauh megenal kiki, makanya dia dengan mudah menemukan bunga anggrek yang telah dijanjikan kiki untk dipersembahkan kepada ibunya.
Setelah menemukan bunga itu, kami bergegas pergi ke Surabaya, tak sulit untuk kami menemukan alamat yang diberikan kiki kemarin, alamat itu merupakan alamat Rumah Sakit Dr. soetomo. Aku masih bingung setelah kak Kendra meyakinkanku bahwa kami tak salah alamat, aku masih keukeuh kalau kami salah alamat, kak Kendra menyuruhku turun dari mobil lalu kak Kendra menggandeng tanyanku menuju resepsionis rumah sakit. “mbak, ada pasien bernama Bintang Yukizawa?”, Tanya kak Kendra pada suster jaga itu. “ada mas, di ruang ICU lantai 2”. Jawab suster tadi, kamipun bergegas menuju lantai 2, aku masih bingung, ada apa ini sebenarnya.
Genggaman tangan kak Kendra makin erat kurasa, sampailah kami di depan ruang ICU, disana kudapati wanita separuh baya sedang menangis, ada beberapa anggota keluarganya juga yang mencoba menenangkan ibu itu.
“Tante….”, sapa kak Kendra pada wanita itu. Wanita itu menoleh dan menatap kak Kendra dalam-dalam, lalu memeluk kak Kendra dengan eratnya. “Ken… Yuki ken….”. jawab wanita itu dengan terbata-bata. Dan tanpa sengaja wanita itu melihatku lalu melepaskan pelukannya pada kak Kendra, pandangannya sekarang beralih padaku, beralih pada satu puket bunga anggrek yang aku bawa, perlahan dia menghampiriku. “Tante…. Ini kiriman dari kiki”. Ungkapku dengan sedikit ragu-ragu. Wanita itu terus menatapku dalam-dalam, “salam sayang juga dari kiki, katanya dia tak sempat bertemu dengan tante hari ini, selamat ulang tahun tante”. Kataku sambil menyodorkan bunga anggrek yang sedari tadi kubawa. Wanita itu terus menatapku, sampai akhirnya dia memelukku erat, “Terimakasih sayang, kamu adalah orang yang Yuki janjikan hari ini untuk bertemu tante”. Jawabnya sambil terisak-isak menahan tangisnya.
Aku masih bingung, siapa yang ada di ruang ICU itu? Mengapa semua orang sedih?, mengapa semua orang menangis disaat salah satu diantaranya ada yang ulang tahun, perlahan wanita itu melepaskan pelukannya daari tubuhku, bergega dia menghapus air matanya lalu mengabil sesuatu di tasnya. Amplop berwarna peach lagi. “Ini dari yuki, yang diberikannya pada tante dua bulan lalu, dia meminta tante untuk memberikannya pada seseorang yang akan membawa anggrek ungu pada ulang tahun tante”. Ungkap wanita itu, sambil menyodorkan amplop berwarna peach, perlahan kubuka, kali ini secarik kertas warna peach, bukan kartu ucapan lagi, tapi kali ini surat. “Terimakasih atas hari yang indah yang yang kau berikan kemarin, sekarang aku tenang untuk meninggalkan semuanya, terimakasih Gaia, andai ada kehidupan kedua, aku pasti meminta agar kau yang menjadi jodohku, terimakasih untuk semuanya, salam sayang, Bintang Yukizawa”.
Aku benar-benar tak percaya, bagaimana bisa surat itu ditulis 2 bulan yang lalu, sedangkan aku mengenal yuki baru dua hari yang lalu. Aku melamun sendirian, sampai akhirnya ada seorang dokter yang keluar dari ruangan itu. “maafkan kami, kami sudah melakukan yang terbaik untuk pasien, tapi Tuhan berkehendak lain”. Ucap dokter itu kepada kami semua, sontak hal ini membuat semua orang kaget, terutama tante yang ku kenal sebagai ibunya Kiki, aku yang sedari tadi diam mematung, tiba-tiba tanganku ditarik oleh tante itu dan aku diajak masuk ke ruang ICU. Betapa terkejutnya aku, setelah mengetahui orang yang berada di ruang ICU, tergeletak tak bernyawa adalah Kiki yang dua hari lalu aku kenal.
Shock aku melihatnya, kak Kendra mencoba menenangkanku, dipeluknya aku erat-erat, bahkan sampai saat ini aku masih bingung. Apa yang sebenarnya terjadi. Sampai akhirnya kak Kendra memutuskan untuk tetap di Surabaya untuk mengantarkan Yuki ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Setelah itu kami kembali ke malang, sepanjang perjalanan kak Kendra menceritakan bahwa Yuki adalah sahabat karibnya yang koma sejak 2 bulan lalu, dia merupakan ketua HIPALA, dia terjatuh ke jurang saat pendakian dan High Camp ke gunung Argopuro yang dikenal sebagai Heaven in Earth.
Aku benar-benar tak percaya kalau Yuki sudah tergolek lemah selama dua bulan. Lantas siapa yang aku temui beberapa hari lalu?, bagaimana bisa dia mengirimi aku bungan dan bingkisan yang berisi kartu-kartu ucapan, setelah aku perhatikan, kaartu pertama yang aku dapat berwarna senada dengan surat yang terakhir aku terima. Ada apa dengan warna Peach? Apa itu pertanda buruk?, yang lebih aneh lagi, taman yang aku datangi beberapa hari lalu bersama yuki ternyata berada jauh dari kampus, sekitar 6 km, jadi wajar saja jika setelah sadar aku merasa kakiku sakit dan pegal.
Jujur aku sedih, jika aku harus mengenal sosok yuki yang kini telah tiada, jika aku boleh meminta, aku akan akan meminta jika hari kemarin tak pernah berakhir. Tapi aku yakin, kondisinya kemarin hanya menyakitiya, selang-selang yang hanya membantu tapi tak bisa membuatnya sadar kembali, yang akhirnya diputuskan keluarganya untuk mencabut semua alat bantu itu.
Ini hari terakhirku di kota Malang, yang bercerita kemalangan yang menimpamu selama aku disini, sebelum pergi ke bandara, aku meminta kak Kendra untuk mengantarku ke taman tempat favoritmu itu, dibawah pohon beringin itu aku bergumam sendiri “Yuki…. Andai kau tau, akupun punya harapan yang sama denganmu, jika aku punya kehidupan kedua, aku ingin menjadi jodohmu”.